Oleh: M. Arsyad Dalimunte, HC.
A. Pendahuluan Bernuansa Spirit
Aku adalah sebuah konsep perjuangan yang mecoba
memanusia-kan manusia. Aku adalah konsep antitesis dari ketidakadilan dan
penguasaan manusia atas manusia lainnya hanya karena kedigdayaan modal
mayoritas. Kelahiranku diinspirasi oleh ketertindasan kaum buruh
yang tak pernah punya bargaining position (posisi tawar) dimata majikan sang
pemodal yang lebih mementingkan naluri laba nya. Realitas kemiskinan yang ada
pada ku sebagai kaum buruh dibaca
sebagai peluang untuk dijadikan factor produksi yang dimaksimalkan untuk
kepentingan pengumpulan harta tujuh turunan para majikan sang pemodal. Didalam
ketertekanan dan ketidakberdayaan, telah menginspirasi kesadaran ku dan teman2
ku sesame buruh untuk tidak menyandarkan harapan & cita-citanya pada sang
majikan. Disisi lain, bergerak sendirian pun tak memungkinkan aku untuk bias mewujudkan
harapan & impian itu sendiri. Dua
kondisi ini telah menginspirasiku untuk mencapai impian melalui kebersamaan/bersatu
dalam sebuah kolektivitas produktif. Selanjutnya aku dan teman2 buruh merumuskan
impian bersama (representasi dari semua impian para individu yang
tergabung) dan berbagi tugas
proporsional dalam penggapaiannya. Itulah sekelumit sejarah dan spirit
terbentuknya koperasi pertama didunia. “mereka
Bersatu untuk bahagia”.
Saat ini, kita adalah bagian dari sebuah istilah koperasi,
bagian dari perjuangan menciptakan keadilan ekonomi, menggapai kebahagiaan
lewat kemandirian kolektivitas. Sejarah Kehadiran kita dikoperasi memang tidak
sama dengan sejarah keterlibatan individu di koperasi dunia yang pertama.
Namun, pemahaman atas sejarah awal terbentuknya koperasi dunia setidaknya akan me-refresh
spirit kita dalam menterjemahkan hakekat keberadaan kita di koperasi.
Terlepas kehadiran kita murni keinginan mayoritas anggota
atau mutlak karena hasil rekayasa akal untuk menikmati indahnya sebuah jabatan
di koperasi, yang terpenting saat ini adalah bagaimana kita menterjemahkan
“amanat anggota (sang pemilik koperasi)” , sehingga akan tercipta
makna2/kemanfaatan2 baru dalam berkoperasi.
Berbagai fasilitas yang dikucurkan Negara yang dikemas
dalam judul pengembangan koperasi merupakan gambaran persepsi pemerintah bahwa
koperasi masih kecil sehingga perlu didorong untuk lebih berdaya guna. Satu sisi kita patut bersyukur, namun disisi lain perlu di bangun spirit
kemandirian dan “rasa malu” untuk “menerima bantuan” terus menerus.
“Memberi lebih baik daripada menerima”. Dengan “spirit kemandirian dan
produktivitas karya” kalimat bijak itu bisa diimplementasikan.
Kita harus
berkeyakinan bahwa dengan membahagiakan orang lain kita akan diberi Tuhan
kebahagiaan, dengan memikirkan orang lain kita akan difikirkan Tuhan. Atas
dasar itu pula, kita harus memaknai koperasi sebagai media strategis untuk
saling tolong menolong dan sekaligus mencari kemuliaan dipandangan Sang
Pencipta.
Konsep saling
tolong menolong bukan berarti karena kita tidak mampu, tetapi lebih pada upaya
memperkuat diri dalam lingkar saling percaya dan saling mendukung. Koperasi
memang sebuah konsep hidup yang unik. Namun di ke-unikan-nya lah kita akan
menemukan betapa indahnya hidup. Kita akan menemukan hakekat manusia sebagai
individu merdeka dan koperasi mengajarkan kita untuk bijak dalam menggunakan
kemerdekaan itu sendiri.
B. Manajemen Usaha Koperasi.
B.1.
Roh Manajemen
Berbekal pada
spirit yang tersampaikan pada pendahuluan, selanjutnya kita coba menterjemahkan
bagaimana beragam kepentingan dan fikiran diformulasikan menjadi satu karya indah
yang bisa dinikmati bersama. Keberagaman karakter (pelangi) harus difahami
sebagai ”realitas permanen” yang saling memperkuat dan bukan memperlemah atau
bahkan saling meniadakan. Kita harus “meracik tangga nada do-re-mi sampai si”
menjadi “sebuah lagu indah” yang
enak untuk dilantunkan bersama dan mengandung nilai-nilai motivasional untuk
memaknainya sebagai sebuah karya yang perlu dijaga dan ditumbuhkembangkan
bersama.
Kita perlu cara,
kita perlu gaya yang memberi harapan2 baru bagi segenap unsur organisasi (anggota,
Pengurus, Manajemen dan badan pengawas), kita perlu menggali dan menata amunisi
untuk memobilisasi potensi menjadi karya2 yang berfungsi sebagai penjawab mimpi
bersama. Hakekat setiap manusia tidak sempurna dan masing2 melekat
kelebihan dan kekurangan. Oleh karena
itu, lewat kebersamaan seyogyanya difahami sebagai media strategis untuk saling
melengkapi. Kita tidak bisa sukses sendirian, kita harus saling bahu
membahu untuk impian yang kita defenisikan bersama. Kita tidak membicarakan aku atau kamu, tetapi membicarakan tentang
kita saat ini dan saat yang akan datang. Kita adalah akumulasi kau & kau.
B.2.
2 (two) for 1 (one)
Ada 2 (dua) faktor
utama dalam sebuah perusahaan untuk mencapai 1 (satu) tujuan. Tujuan yang dimaksud
adalah terekspolarasinya (tergali secara maksimal) segala potensi yang melekat pada konsumen
(syarat dengan kebutuhan). Untuk tujuan itu, kita harus memformulasikan strategi dengan
mengkombinasi secara brilian 2 (dua) faktor penting tersebut. Jadi perjuangan sesungguhnya dari
sebuah manajemen adalah ”mengubah” angka
potensi menjadi angka realisasi dengan memaksimalkan 2 (dua) amunisi utama tersebut,
yaitu : wong (orang) dan uang (duit).
Dalam hal ini, diperlukan kejelian memilih strategi manajemen hingga mampu mempersonifikasikan usaha/unit-unit pelayanan
sebagai penjawab yang tepat untuk segala kebutuhan anggota.
B.3. 2 (dua) Pilihan Gaya Manajemen
Dalam perspektif
realitas kebanyakan koperasi, ada 2 (dua) jenis gaya manajemen koperasi yaitu; (i)
gaya manajemen berbasis kapitalisme (non koperasi) dan;(ii) gaya manajemen
berbasis jati diri koperasi.
Garis batas tegas
perbedaan antara 2 (dua) gaya ini adalah terletak pada spiritnya. Dalam Gaya kapitalisme, biasanya pengelola/pengurus
menempatkan diri sebagai pelaku bisnis murni dan memandang anggota sebagai
populasi yang berpotensi di eksploitasi secara maksimal. Tujuan berkoperasi
dirumuskan oleh segelintir orang yang punya kepentingan tertentu. Singkat kata, gaya ini biasanya
menimbulkan in-stabilitas mental pada seluruh organisasi. Kata ”aku” akan
mendominasi jalannya sebuah koperasi. Akumulasi Ketidakpuasan anggota pun akan terus mengemuka dalam setiap kesempatan
yang ada. Bahkan tidak jarang, RAT difahami sebagai media strategis untuk melakukan
”pembantaian” pengurus & badan
pengawas. Pada titik ini, tidak satupun dari seluruh organisasi (pengurus,
pengawas, anggota & karyawan) yang bahagia. Koperasi seperti inikah yang anda cari ??
Sementara itu,
dalam gaya manajemen berbasis jati diri koperasi,; (i) tujuan didefenisikan
bersama seluruh unsur organisasi dengan memperhatikan potensi & sekaligus
peluang ketercapaian dan ; (ii) pencapaiannya melalui distribusi proporsional
dari segenap unsur organisasi. Oleh karena itu, koperasi tidak mengenal istilah
”keberhasilan atau kegagalan perorangan” tetapi ”keberhasilan atau kegagalan
bersama”.
B.4. Edukasi Membangun Kesadaran sebagai ”Rahasia Keberhasilan”
Realitas
membuktikan bahwa hidup bersama tidaklah mudah. Kemajemukan cara fikir dan
ragam kepentingan tak mungkin dihilangkan bahkan itu adalah ”fitrah” koperasi.
Untuk itu, perlu adanya ”edukasi/pendidikan/sosialisasi”
yang berkesinambungan tentang tujuan2 berkoperasi dan bagaimana tujuan itu bisa
dicapai.
Pemahaman yang
sama tentang tujuan dari segenap unsur organisasi akan mempermudah langkah2
memotivasi partisipasi segenap unsur organisasi dalam pencapaian tujuan itu
sendiri. Andai hal itu bener2 tercipta, maka hampir dipastikan koperasi itu
akan berkembang positif.
Dengan demikian,
demi ketercapaian cita2 berkoperasi, pengurus/pengelola koperasi dinilai perlu
menyusun formula pendidikan yang aplicable
(dapat diterapkan dan berdaya guna) kepada anggota. Sekilas hal ini tampak tak
mudah, namun ketika kita berfikir ”bisa” maka adrenaline kita akan menggiring
pada spirit untuk mewujudkannya.
C. Penutup; ”Ketidakbahagiaan milik
siapa ???”
Semua individu
yang terlibat dikoperasi pasti punya harapan untuk bahagia. Namun demikian
terkadang realitas berbanding terbalik dengan harapan. Ketika hal ini terjadi, hal pertama yang harus difahami adalah ”ketidakbahagiaan di koperasi” sesungguhnya adalah akibat
dari tidak berjalannya manajemen organisasi dan usaha koperasi sebagaimana
mestinya. Ketidakbahagiaan bukan untuk diratapi sebab cara itu tidak merubah
apapun. Kebahagiaan harus diperjuangkan sambil memohon keberpihakan dari Tuhan. []
* Disampaikan pada
“Pelatihan Manajemen Perkoperasian Bagi Pengelola Koperasi”, dilaksanakan oleh
Disperindagkop Kab. Banyumas
di Purwokerto 18 Nopember 2008
0 comments:
Post a Comment