Oleh: M. Arsyad Dalimunte, HC.
A. Prolog
Sebutan "simpan pinjam" identik dengan 2 (dua) aktivitas utama yaitu simpan dan pinjam. Unit ini relatif jadi idola bagi kebanyakan koperasi mengingat pola pengelolaan administratifnya relatif mudah. Disamping itu, persyaratan yang relatif gampang dalam hal meminjam , birokrasi yang singkat, pelayanan yang cepat ikut mendorong suburnya usaha dibidang ini. Namun demikian, tampaknya tidak demikian dalam hal "simpan", sehingga kondisi ini sering menyebabkan tidak seimbangnya ketersedian dana yg ada (hanya bersumber dari akumulasi simpanan anggota yang bersifat rutin) dengan permintaan yang ada. Akibatnya, pilihan yang tersedia adalah mencoba melakukan pemerataan kesempatan dan atau berdasarkan tingkat urgen masing-masing pemohon.
Sebutan "simpan pinjam" identik dengan 2 (dua) aktivitas utama yaitu simpan dan pinjam. Unit ini relatif jadi idola bagi kebanyakan koperasi mengingat pola pengelolaan administratifnya relatif mudah. Disamping itu, persyaratan yang relatif gampang dalam hal meminjam , birokrasi yang singkat, pelayanan yang cepat ikut mendorong suburnya usaha dibidang ini. Namun demikian, tampaknya tidak demikian dalam hal "simpan", sehingga kondisi ini sering menyebabkan tidak seimbangnya ketersedian dana yg ada (hanya bersumber dari akumulasi simpanan anggota yang bersifat rutin) dengan permintaan yang ada. Akibatnya, pilihan yang tersedia adalah mencoba melakukan pemerataan kesempatan dan atau berdasarkan tingkat urgen masing-masing pemohon.
B. Simpan Pinjam dari perspektif konsepsi koperasi.
Hakekat koperasi adalah saling tolong menolong dan dalam operasioalisasinya menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kegotongroyongan. Untuk mendukung tujuan-tujuan kolektif (bersama), segenap potensi segenap unsur organisasi (baca: pengurus, pengawas dan anggota) dikumpulkan untuk membentuk kesiapan dalam hal menolong anggota2nya yang kebetulan sedang membutuhkan pertolongan keuangan. Pertanyaan yang menarik adalah seberapa jauhkah koperasi memastikan bahwa pinjaman yg diberikan berkontribusi dalam peningkatan taraf hidup anggotanya dalam arti luas???. Ataukah koperasi hanya melakukan fungsi distribusi tanpa berfikir apakah pinjaman itu benar2 dibutuhkan anggota tersebut atau tidak. Ataukah koperasi hanya berkepentingan dalam hal perputaran uang guna membentuk bola salju SHU..???.
Hal Ini perlu dikaji sebagai referensi untuk menelusur
hakekat beroperasinya unit layanan simpan pinjam di sebuah koperasi. Sebab,
ditengah budaya konsumerisme yang menggejala, koperasi selayaknya memerankan
diri sebagai penawar melalui edukasi yang massif dalam setiap
proses transaksinya dengan setiap anggota.
Pandangan ini memang tampak tidak menarik atau terlalu
idealis bila ditinjau dari realitas masyarakat koperasi kebanyakan. Pemikiran
ini melawan arus kebiasaan dan berlawanan pula dengan keinginan mayoritas
anggota yang tidak faham koperasi.
Tetapi inilah hakekat koperasi yang seharusnya concern membangun
manusia-nya (anggotanya), bukan melulu berupaya melipatgandakan modal bahkan
tak peduli walau meng-eksploitasi anggotanya.
C. SHU Besar Sebagai Sumber Kebanggaan Yang Keliru...KAH ???
Sub judul ini tampak aneh dan mungkin melawan kebiasaan
dari praktek-praktek yang ada. Tulisan ini bermaksud mengajak segenap koperasi
untuk berfikir ulang untuk apa sebenarnya sebuah koperasi mengelola simpan
pinjam.
Berikut ini dijelaskan beberapa tawaran tujuan
pengelolaan simpan pinjam, yaitu :
- Untuk
melatih para anggota dalam hal menabung. Menabung adalah persoalan
disiplin diri dan terkadang harus diawali dengan ”memaksakan diri”.
Dengan membiasakan diri menabung, akan membentuk pola hidup disiplin dan terhindar dari ”budaya
konsumerisme”. Disamping
itu, menabung juga membudayakan hidup lebih terencana dan juga merupakan
bagian dari pembentukan masa depan yang lebih baik dan
berpengharapan. Dalam arti luas, ketika segenap unsur organisasi
berkomitmen untuk membudayakan menabung, maka dipastikan akan terkumpul
akumulasi sumber daya yang akan membuka peluang koperasi untuk
mengembangkan banyak hal dan mendukung perbaikan kesejahteraan anggotanya.
- pinjaman
selayaknya diberikan untuk mendukung peningkatan produktivitas anggota melalui kegiatan-kegiatan
produktif yang dikelolanya. Bahkan bila perlu, untuk kepentingan
peningkatan produktivitas anggotanya pinjaman yang diberikan tidak
dikenakan jasa pinjaman. Kalau prakteknya semacam ini, maka
dipastikan nilai-nilai kesetiakawanan akan menjelma menjadi sumber lipatan
energi bagi koperasi untuk mengembangkan dirinya secara kelembagaan.
Disamping itu, pinjaman untuk kepentingan lainnya yang berbau konsumsi
ditekan sedemikian rupa sebagai bentuk pendidikan kepada anggotanya. Lain
halnya kalau untuk kepentingan-kepentingan emergency atau un-predictable
situation (situasi yang tak diduga sebelumnya di luar kekuasaan manusia). Kalau hal ini diterapkan, maka segenap unsur
organisasi koperasi akan merasa seperti
satu rumpun keluarga yang saling mendukung lewat paket-paket
kegotongroyongan yang mempermudah anggota mencapai tujuan-tujuan hidupnya.
Kalau demikian pola pengelolaannya, bagaimana sebuah unit
simpan pinjam memperoleh SHU (Sisa Hasil Usaha) nya??. Satu hal, SHU itu tidak sama dengan laba atau
hanya kata pembeda dengan bentuk usaha lainnya
(seperti UD,CV ,PT dan lain sebagainya). Adalah benar bahwa terdapat kesamaan
dalam cara menghitungnya, yaitu menghitung selisih pendapatan dan biaya. Didalam
koperasi, peta pendapatan dan peta biaya
sesungguhnya adalah persoalan ”kesepakatan bersama” diantara
segenap unsur organisasi. Hal ini dilakukan koperasi karena anggota adalah
subjek dan sekaligus obyek dari pembangunan koperasi itu sendiri. Hal ini tidak akan pernah terjadi di badan
usaha non koperasi dimana konsumen
mutlak dijadikan obyek memupuk laba.
Dalam konteks simpan pinjam adalah mutlak melayani
anggota dan juga pemilik sah sebuah
koperasi, berarti perolehan SHU (Sisa Hasil Usaha) mutlak bersumber dari
anggotanya. Kalau demikian adanya, berarti koperasi telah mengeksploitasi anggotanya sendiri. Dengan demikian, layakkah SHU besar sebagai sumber
kebanggaan bersama???
D. Strategi Pengelolaan Simpan
Pinjam Berbasis Tabungan
Ketika persepsi dan ekspektasi (harapan) setiap anggota
sudah sama dan bersepakatan ”simpan
pinjam” difahami sebagai media
untuk saling tolong menolong, maka strategi yang diterapkan tentu
berbeda dengan strategi yang berorientasi pada pelipatan modal. Strategi yang
diterapkan pasti bernuansa kekeluargaan, kegotongroyongan dan pemberdayaan (empowering)
Ketika besaran SHU tidak lagi menjadi
tujuan, maka pola-pola yang diterapkan akan cenderung bernilai edukasi (pencerahan dan pencerdasan
anggotanya). Tegasnya, strategi yang akan diterapkan koperasi dalam mengelola
simpan pinjam pasti berorientasi pada peningkatan kebermanfaatan (benefit
oriented) bagi segenap unsur organisasinya.
Sebagai sebuah gagasan awal, salah satu strategi
pengelolaan simpan pinjam yang bisa diaplikasikan adalah ”membangun masa depan lewat membudayakan
menabung”. Untuk mendukung hal ini, perlu dilakukan langkah-langkah
pendukung sebagaimana dijelaskan berikut ini :
- Sosialisasi
dan edukasi tentang arti
penting ”menabung” bagi pembentukan
budaya hidup dan penyiapan masa depan yang lebih berpengharapan kepada
segenap unsur organisasinya. Langkah penyadaran ini diharapkan akan bisa merubah
pola atau budaya hidup setiap anggotanya, khususnya dalam pola konsumsi. Pada titik inilah koperasi sebagai agen
pembentukan peradapan baru. Cara baca ini pula yang membenarkan koperasi
bukan hanya sekedar gerakan ekonomi, tetapi juga sebagai sebuah gerakan
sosial.
- Menerapkan
strategi menabung dengan meminjam tanpa bunga. Kalimat ini
tampak aneh atau bahkan tidak lazim. Sebenarnya, kalimat ini mendorong
koperasi untuk mendefenisikan masa depannya lewat pembangunan komitmen
bersama. Dalam tingkat ptakteknya, segenap anggota berkomitmen untuk
menyatakan kesiapannya menabung lewat aksi meminjam berjama’ah.
Singkatnya, segenap unsur organisasi sama-sama membuat pernyataan meminjam
yang dicicil secara rutin sepanjang periode yang disepakati atau sesuai
kemampuan masing-masing. Dengan cara ini, koperasi bisa menakar
pertumbuhan koperasinya dan sekaligus merancang pola-pola pemanfaatannya.
- memobilisasi
tabungan lewat pendekatan transaksi pinjam. Sebagaimana
dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya, bahwa produk-produk pinjaman yang
bisa dinikmati anggotanya diarahkan pada analisa efektivitas pemberian
pinjaman. Artinya, pinjaman yang
diberikan harus memiliki relevansi bagi keberdayaan ekonomi anggotanya atau
hanya untuk kepentingan emergency (situasi diluar kemmapuan manusia). Bahkan bila perlu semua
jenis pinjaman tidak dikenakan jasa pinjaman. Penambahan atas
pengembalian pokok pinjaman dialokasikan menjadi tabungan.
Bisa dibayangkan, disamping membantu menyelesaikan permasalahan keuangan
anggotanya, setiap transaksi pinjaman juga bermakna pertumbuhan modal
koperasi.
- dan lain sebagainya.
E. Penutup
Penyusun menyadari sepenuhnya, pemikiran-pemikiran
sederhana yang dipaparkan pada tulisan ini banyak yang berseberangan dengan pemahaman umum dan
praktek simpan pinjam yang ada dikebanyakan koperasi. Namun demikian, pemikiran ini memang
dilandasi oleh keinginan kuat koperasi berjalan dan berfungsi sebagai sebuah ”sumber
keberdayaan” bagi anggotanya. Dengan pendekatan semacam ini, setiap
anggota diharapkan benar-benar merasakan makna dan kebermanfaatan berkoperasi
melalui distribusi peran proporsional yang dibarengi ”komitmen tinggi” untuk
saling asah, saling asuh dan saling asih.
Dengan demikian, anggota akan semakin meyakini bahwa ”kebersamaan
yang terjaga” bisa melahirkan makna-makna luar biasa dan jauh dari
logika awal ketika pertama kali mereka bergabung di koperasi.
Pada akhirnya, efektivitas semua itu tergantung pada
kualitas dan kuantitas komunikasi produktif disegena unsur organisasi. Untuk itu, segenap anggota harus terus di edukasikan
nilai-nilai kebaikan yang sesungguhnya
terkandung dalam kebersamaan di dalam ”koperasi”. Jika tidak, maka berharap koperasi sebagai
gerakan ekonomi yang unik dan multy
dimensi bagi kehidupan anggotanya tak akan pernah terwujud sampai kapan
pun. []
* Disampaikan
pada acara “fasilitasi Permodalan dan Diversifikasi Usaha Masyarakat,
Anggota/Calon Anggota KSP/USP Koperasi” yang dilaksanakan oleh Dinas Koperasi
dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, Tanggal 21 Maret 2012 di Purwokerto.
0 comments:
Post a Comment