Oleh: M. Arsyad Dalimunte, HC.
A. Pembuka
Telusur logika membenarkan bahwa koperasi berpotensi
menjadi soko guru ekonomi sebagaimana di cita-citakan oleh Bung Hatta. Namun
demikian, realitas berkata beda dan koperasi belum bisa memerankan diri menjadi
pemain penting di negeri ini, khususnya di bidang ekonomi. Tak bijak mencari
siapa yang salah, tetapi lebih produktif menelusur apa yang telah keliru.
Kesimpulan sementara dari pengamatan panjang
selama 17 (tujuh belas) tahun, core problem (masalah utama) kebelum optimalan peran koperasi di negeri ini
adalah karena deviasi antara konsepsi dan praktika. Banyak koperasi terjebak
dalam praktek non-koperasi dan
meninggalkan ”jati diri” nya. Banyak koperasi tak melihat lagi ”jati diri”
sebagai sebuah pemikiran yang terkonsep dan mengandung nilai-nilai keunggulan
yang tidak tertandingi oleh badan usaha
lainnya.
Hakekat koperasi adalah kolektivitas (kebersamaan), baik
dalam proses pendefenisian cita-cita maupun dalam pencapaiannya. ”Penyatuan
potensi” sebagai muasal lahirnya ragam aktivitas organisasi dan usaha
harus diikuti optimalisasi dan konsistensi distribusi peran dari anggota,
pengurus dan tak ketinggalan pengawas. Sinergitas peran dari segenap unsur
organisasi menjadi sangat menentukan sebuah akhir perjalanan.
Atas pemaknaan yang demikian, maka sesungguhnya hasil
akhir dari sebuah perjalanan (baik atau buruk) harus dibaca
sebagai hasil bersama. Seberapa ragam
karya yang tersaji dan seberapa banyak makna yang tercipta harus dijadikan indikator obyektif seberapa jauh segenap unsur organisasi
berkemampuan untuk memobilisasi kolektivitas di tengah ragam perbedaan yang
menjadi bagian yang tak akan pernah terpisahkan dari sebuah komunitas yang
bernama koperasi.
Untuk ”bahagia
bersama” sesungguhnya koperasi bercita-cita. Dengan demikian, ke-tidak atau
ke-belum bahagiaan bukanlah bahan untuk
mencela atau menjadikannya tiket untuk saling meniadakan, tetapi harus
dijadikan alat efektif yang memotivasi
agenda ”auto koreksi berjama’ah” yang menghasilkan jawab atas sebuah tanya ”mengapa ke-belum bahagiaan hadir” dan
sekaligus mendapati solusi terbaik untuk hari esok yang lebih berpengharapan.
Kebahagiaan tidak datang tiba-tiba, tetapi merupakan
implikasi positif dari akumulasi tindakan efektif dalam mewujudkan kebahagiaan
itu sendiri. Restu Tuhan tidak hadir tanpa alasan. Keberpihakan Nya hanya hadir
ketika terdapat faktor-faktor yang layak untuk di karuniai sebuah keberhasilan. Mungkin,
tidak berlebihan berkesimpulan terkadang manusia tidak sunguh-sungguh
menginginkan keberhasilan itu datang.
Hal ini terlihat dari berjaraknya do’a dan cita-cita dengan langkah-langkah
yang dilakukan dalam proses pencapaiannya. Dengan kata lain, terkadang manusia
tanpa sengaja telah membuat Tuhan tertawa atas do’a-do’a yang dipanjatkannya.
B. Koperasi dan Keberhasilan
Hakekat koperasi adalah kumpulan orang yang berkeyakinan bahwa ”bersama” mengandung nilai harapan. Lewat penyatuan segenap potensi dan peluang, kemudian
cita-cita di defenisikan secara berjama’ah (pelibatan segenap unsur organisasi).
Disamping pola ini menegaskan indikator obyektif atas sebuah hasil di kemudian hari, hal ini
juga sebagai langkaah awal membangun ikatan emosial segenap unsur organisasi
terhadap ”hasil rumusan” cita-cita tersebut. Hal ini diperlukan mengingat bahwa pencapaian
cita-cita tersebut juga memerlukan distribusi peran proporsional di segenap unsur
organisasi (pengurus/manajemen, anggota dan pengawas).
Kalau proses demikian menjadi budaya dalam berkoperasi,
maka dipastikan RAT (Rapat Anggota Tahunan) tidak lagi menjadi momen pengadilan
(bila tidak mau dikatakan pembantaian) pengurus dan pengawas, tetapi akan
berubah menjadi moment strategis menilik
pencapaian dan sekaligus evaluasi kolektif atas konsistensi dan
partisipasi segenap unsur organisasi. Diamping
itu, RAT akan menjadi ajang re-fresh spirit kebersamaan, perumusan mimpi-mimpi
baru dan peran-peran yang seyogyanya dilakukan semua pihak.
Saatnya pengurus dan pengawas tidak menjebakkan diri lagi
dalam kepahlawanan keliru dengan memposisikan anggota sebagai pengamat
dan penikmat. Saatnya menempatkan anggota di edukasi dan di dorong
menjadi ”subyek dan juga obyek”
pembangunan koperasi itu sendiri. Saat nya pengawas mengambil peran
ke-pelatihan (coach) bagi anggota dan mendorong pemaknaan ”kepemilikan” dan
status ”anggota” dalam konteks ”tanggungjawab”, bukan membiarkan anggota melulu
bicara ”hak”. Iuran rutin (simpanan wajib/SW) harus di edukasikan bukan sebagai
tiket untuk memposisikan diri sebagai pemodal (sebagaimana di PT/perseroan
terbatas), tetapi wujud nyata tanggungjawab ikut membesarkan koperasi.
Segenap unsur organisasi harus saling bahu membahu untuk pertumbuhan
produktivitas dan perluasan makna. Inilah alasan mengapa koperasi hanya
mengenal keberhasilan dan kegagalan ”kolektif” dan bukan ”perorangan”.
C. Pengawas dan Peran Strategis.
Sesi ini tidak fokus membahas peran pengawas dari sisi administraif (karena sudah ada yang membahasnya),
tetapi lebih pada peran pengawas dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan
koperasi, baik dari sisi organisasi/kelembagaan maupun usaha.
Dalam tinjauan produktivitas koperasi, pengawas bukanlah
unsur organisasi yang harus mengambil peran oposisi dan menjaga jarak dengan obyek
pengawasannya (baca: pengurus dan anggota yang nota bene adalah pemilik sah koperasi).
Akan tetapi, pengawas harus membangun persahabatan dengan anggota maupun pengurus, selajutnya mengambil peran
penyerapan data lapangan, peran mediasi dan aksi motivasional bagi terciptanya
optimalisasi partisipasi pengurus dan anggota, tanpa harus kehilangan sifat dan
sikap kritis serta kewaspadaannya.
Untuk sebuah
efektifitas peran, Pengawas memang harus membangun pola hubungan ”dekat
tapi jauh” dengan obyek
pengawasan. Dengan kata lain, Pengawas harus
bisa ”out of the box” dalam proses penyerapan realitas lapangan dan
pemetaan masalah secara obyektif. Dengan demikian, rekomendasi-rekomendasi yang
diberikan kepada pengurus maupun anggota memiliki imbas positif bagi akselerasi
pembentukan kebaikan-kebaikan baru di koperasi.
Ini memang tak mudah, tetapi sangat dipentingkan dalam
membangun tahapan sebuah kolektivitas yang berkualitas dari sebuah koperasi.
D. Penghujung
Demikian
tulisan singkat dan pemikiran sederhana ini disampaikan sebagai sebuah stimulan
dalam sesi diskusi optimalisasi pengawas dalam peningkatan produktivitas dan
perluasan makna dari sebuah komunitas yang dipayungi dalam organisasi bernama
koperasi. Semoga menginspirasi. []* Disampaikan pada pelatihan “Pengawas Koperasi” yang dilaksanakan DEKOPINDA KAB.BANYUMAS07 mei 2011
0 comments:
Post a Comment