KETIKA SANG KETUA TAK MENJAWAB YANG DIPERTANYAKAN
Pasca melayani
kawan-kawan pejuang koperasi dari Kabupaten Bantul, Prop. Yogyakarta yang baru
saja usai melakukan studi banding di Dekopinda Banyumas, Sang Ketua langsung melanjutkan
pelayanan pada satu anggotanya, yaitu Bapak Masino, seorang pengurus koperasi
dari KPRI Baiturrokhim Kementrian Agama Kab. Banyumas,.
Sekilas potret kecil
koperasi ini, KPRI Barukaturrokhim beranggotakan sejumlah 1007 Orang yang tersebar
di seluruh wilyah Kabupaten Banyumas. Dari jumlah anggotanya, KPRI ini
tergolong besar dan sangat potensial untuk berkembang. Dari sudut potensi
keterbangunan kemandirian kolektif, penerapan SP (simpanan pokok) Rp 500.00,oo dan Simpanan Pemupukan Modal
(SPM) Rp 100.000,oo yang dibayarkan saat menjadi anggota serta SW (Simpanan Wajib) Rp 100.000 yang dibayarkan setiap bulan,
membuat koperasi ini begitu potensial mengembangkan ragam aktivitas pelayanan kepada
anggota-nya. Saat ini, KPRI yang berstatus hukum KSU (Kopeasi Serba Usaha) ini
baru menyelenggarakan satu unt layanan, yaitu simpan pinjam. Hal ini pula yang
mendasari kedatangan beliau untuk konsultasi ke Dekopinda. Segenap pengurus sedang
berencana menyusun prototype pengembangan layanan yang akan dipresentasikan
pada RAT Tahun tutup buka tahun 2016 nanti untuk diambilkan keputusan. Atas hal
ini, Bapak Masino meminta pendapat dan saran kepada pimpinan Dekopinda
Banyumas.
Secara prinsip, pimpinan
Dekopinda Banyumas, M.Arsad Dalimunte menyambut baik kehadiran Pak Masino dan
juga gembira dengan rencana pengembangan yang dicanangkan KPRI Barukaturrokhim..
M.Arsad juga sepakat dengan pandangan dan keyakinan para pengurus bahwa KPRI
ini sangat potensial dan layak untuk dikembangkan. Namun, pimpinan Dekopinda tidak langsung menjawab secara specifik usaha apa yang layak untuk dikembangkan oleh
koperasi ini.
Berbekal kertas kosong
yang sudah disiapkan Mas Showabi (staff Dekopinda), sang ketua memulai aksi
corat coretnya. Seperti biasa dan menjadi ciri khas ketua satu ini, sudah bisa
ditebak yang akan dilakukan adalah membuat diagram alur fikir yang memudahkan
pemahaman dan pengambilan keputusan bagi siapapun yang berdiskusi dengan beliau.
Sang Ketua memulai dengan
mengingatkan filosopi koperasi sebagai kumpulan orang dan fokus koperasi adalah
menumbuhkembangkan
kapasitas orang-orang didalamnya melalui pendidikan yang mencerdaskan.
Sementara itu, perusahaan koperasi (baca: unit-unit layanan) ber fungsi sebagai media mensejahterakan anggota yang kelahirannya
diinspirasi oleh pertumbuhan kapasitas anggota.
Sementara itu, dalam
membangun unit-unit layanan, terlebih
dahulu perlu penegasan apakah orientasi-nya pada benefit oriented (orientasi kemanfaatan) atau profit oriented (orientasi
laba/SHU). Hal ini perlu dilakukan sebagai panduan bagi anggota dalam mem-persepsi-kan dan sekaligus menata ekspektasi rasional atas keberadaan unit layanan tersebut. Sebab,
fakta empiris menunjukkan tidak jarang
anggota meminta harga murah atau pinjaman murah tetapi berharap
perolehan SHU yang Besar. Jadi, ketegasan orientasi ini juga berfungsi sebagai
alat evaluasi capaian dan sekaligus referensi
dalam menata strategi pengelolaan usaha/unit layanan tersebut Sampai titik ini, Bapak Masino mengangguk dan
membenarkan apa yang dinyatakan oleh pimpinan Dekopinda.
Sesudah tegas dalam hal
orientasi, usaha yang akan dijalankan juga perlu mempertegas market/pangsa
pasar nya, apakah hanya berorientasi pada pelayanan anggota saja
ataukah juga akan melayani masyarakat umum.
Hal ini mengingat bahwa koperasi tidak
saja bisa membangun usaha berbasis pada kebutuhan mayoritas anggotanya, tetapi
juga bisa berbasis optimalisasi peluang sepanjang tidak berseberangan dengan regulasi dan nilai-nilai sosial yang
berlaku di lingkaran koperasi itu sendiri. Singkat kata, segmentasi pasar harus
terjelaskan dalam perencanaan.
Dalam menentukan jenis
usahanya, koperasi juga perlu memperhatikan azas subsidiaritas (apa-apa yang bisa dilakukan anggota sebaiknya tidak dilakukan koperasi dan koperasi hanya melakukan apa-apa yang tidak bisa atau tidak mungkin
dilakukan oleh anggota). Hal ini untuk memastikan bahwa usaha yang
dijalankan koperasi tidak berhadapan face
to face atau bersaing secara terbuka
dengan usaha yang dijalankan anggotanya. Usaha koperasi akan menjadi lebih strategis bisa memberikan suppor bagi usaha yang dijalankan anggota. Misalnya, saat anggota
koperasi banyak yang menyelenggarakan toko kecil di rumah, maka akan menjadi
lebih men-sejahterakan anggota bila koperasi menyelenggarakan grosir yang akan
memasok ke toko-toko milik anggotanya. Azas subsidiaritas ini juga mendorong
terbangunnya hubungan emosional dan transaksional berkelanjutan antar anggota dan koperasinya. Disamping
itu, hal ini sebagai pengingat agar perusahaan koperasi tidak terjebak apa yang
disebut dengan ego korporasi dimana perusahaan koperasi asik dengan dirinya
sendiri dan terjebak pada pengejaran pertumbuhan laba (baca: SHU) namun abai
dengan anggotanya sendiri. Kalau hal ini yang terjadi, maka perusahaan
koperasi berpotensi melakukan tindakan eksploitatif dan menempatkan anggotanya hanya sebagai
market serta melupakan posisi anggota sebagai pemilih sah koperasi. Penjelasan ini mempertegas nilai beda koperasi dibanding jenis
lembaga usaha lainnya. Nalar ini juga mendorong
koperasi sebagai alat perjuangan kesejahteraan bagi segenap anggotanya. Bapak Masino manggut-manggut mendengar
penjelasan sang ketua dan terlihat jelas ekspresinya menunjukkan lompatan
semangat.
Jadi, kalau sekedar mau membangun usaha saja,
KPRI cukup menyiapkan modal dan kemudian memanggil expertis (ahli dibidangnya),
maka dipastikan usaha tersebut akan terbangun. Hanya saja, adakah roh
kebersamaan di dalamnya?. Akan kah ikatan emosional dan rasa memiliki anggota
terbangun dan berpengaruh signifikan terhadap jalan dan tumbuhkembangnya usaha
tersebut?. Jika tidak, maka koperasi berpotensi terjebak pada ego corporasi yang membuatnya
tidak beda dengan non-koperasi. Untuk itu, setiap kelahiran usaha/layanannya,
koperasi idealnya terlebih dahulu menggelar agenda “duduk bersama dengan anggotanya” agar usaha yang dijalankan me-refresentasikan
kebutuhan dan atau keyakinan mayoritas
anggota. Hal ini tidak saja bermakna strategis dalam pemetaan potensi
market sebagai dasar dalam perencanaan, tetapi juga membangun loyalitas yang merupakan pertahanan paling fundamental dan menentukan kelangsungan dan keberlanjutan usaha tersebut. Proses duduk bersama juga dimaksudkan terwakilinya kepentingan mayoritas anggota
atas usaha tersebut. Pada titik ini, maka apapun usaha/layanan yang
diselenggarakan koperasi akan pernah sepi sebab anggota pasti datang dan
mengambil tanggungjawab untuk ikut mengembangkannya. Disamping itu, pada diri setiap anggota juga
terbangun kesadaran bahwa partisipasi yang dia lakukan sesungguhnya tindakan
menolong dirinya sendiri (self help) dan menempatkan tumbuhkembangnya
perusahaan koperasi hanya imbas
loyalitas anggota yang terbangun dan terjaga. Pada yang demikian,, usaha-usaha
yang dijalankan koperasi akan selalu lekat dengan empowering (pemberdayaan)
yang akan men-sejahterakan dalam arti luas.
Pak Masino tampak begitu
menghayati dan menatap tajam kertas berisi diagram alur fikir coret tangan sang
ketua. Sang ketua tidak langsung memberi jawab atas pertanyaan awal seputar
usaha apa yang sebaiknya dijalankan. Namun, pola penjelasan sang ketua telah
meng-inspirasi banyak hal dialam imajinasi Pak Masino tentang pengembangan
koperasinya.
Dipenghujung Sang Ketua
kembali menandaskan koperasi sebagai kumpulan orang yang fokusnya mencerdaskan
orang-orang didalamnya melalui pendidikan. Sang ketua juga mengingatkan bahwa
keterbangunan dan tumbuhkembang perusahaan koperasi (baca: ragam unit layanan) adalah
imbas
dari efektivitas pendidikan yang diberikan koperasi kepada para
anggotanya.
Oleh karena itu, indikator
ideal keberhasilan koperasi sesungguhnya pada meningkatkatnya kapasitas
anggota yang selanjutnya mempengaruhi hidupnya, baik dalam budaya fikir maupun
pola tindak dalam meningkatkan kesejahteraannya. Jadi, kesejahteraan anggota
bisa oelh karena tindakan anggota itu sendri maupun melalui karya kolektif melalui
unit-unit layanan yang diselengarakan oleh koperasi. Untuk semakin
memantapkan pemahaman, sang ketua memberikan contoh radikal dimana seharusnya
bagian depan laporan pertanggungjawaban di buku RAT itu berisi
testimoni/kesaksian anggota atas manfaat-manfaat yang sudah dia dapatkan
setelah menjadi anggota. Sebagai pelengkap, sang ketua memberikan beberapa
contoh keberhasilan koperasi yang bersifat materil antara lain; tadinya anggota
konsumtif menjadi lebih selektif sehingga terbangun kemampuan menabung; tadinya
anggota belum memiliki kendaraan dan kemudian bisa memiliki kendaraan
melalui kredit murah yang diselenggaran koperasi; tadinya anggota belum memiliki
rumah
dan kemudian bisa memiliki rumah melalui kredit murah yang diselenggaran
koperasi; tadinya anggota hanya mendapatkan 12 kg beras dengan uang Rp
100.000,oo ketika belanja di toko lain menjadi 13 kg karena koperasi
menyelenggarakan unit layanan toko harga murah; tadinya anggota tidak punya
usaha namun kemudian menjadi memiliki usaha karena koperas menyediakan
fasilitas pinjaman murah untuk modal kerja; dan lain sebagainya.
Pertemuan ini berujung
di jam 15.30 wib dengan akhir yang manis dimana pada diri Pak Masino terjadi lompatan
energi dan semangat untuk mengembangkan koperasi. Saat berpamitan, Pak Masino sempat
bertestimoni merasakan begitu tercerahkan atas penjelasan yang telah diberikan.
Akhirnya, Pak Masino pun berpamitan dan meminta izin membawa 2 (dua) lembar
kertas corat-coret itu untuk
menjadi bekal dan bahan dalam rapat
internal pengurus yang akan digelar beberapa menit kemudian.
0 comments:
Post a Comment