GERAKAN KOPERASI BUTUH “CARA BARU YANG BER-KEBERANIAN”
Munas Dekopin resmi dimulai usai dibuka secara
resmi oleh Mentri Koperasi & UKM, Bapak Teten Masduki. Kerennya lagi, tabuh
gendang pembukaan berlangsung tengah malam. “sesuatu yang keren dan lain dari
biasanya”, ungkap salah satu peserta munas. Tak hanya peserta, Pak Menkop pun
sempat berkelakar yang mengundang tepuk tangan seluruh peserta yang hadir, “tadinya saya pesimis apakah bisa hadir di
agenda Munas ini mengingat agenda kenegaraan yang demikian padat. Namun
demikian, saya menjadi sangat bersemangat kala mendapati seluruh peserta Munas
demikian antusias walau saya hadir sudah larut malam. Semangat ini menandaskan
bahwa pejuang koperasi adalah orang-orang gerakan yang terbiasa melek sampai
pagi kalau sudah urusan memperjuangkan nasib ekonomi rakyat”. Satu peserta lainpun sambil tersenyum kemudian berkelakar lirih, “Sepertinya ini kebiasaan baru negara yang
mulai suka agenda tengah malam”, kelakar cerdas itu keluar dari salah satu
peserta lain yang menggiring ingatan redaktur tentang peristiwa politik beberapa
bulan lalu.
Terlepas kalimat “kebiasaan baru” diperuntukkan
dalam konteks berbeda, menjadi menarik membawanya ke konteks munas Dekopin kali
ini. Artinya, perubahan zaman yang demikian cepat memang menuntut siapa pun dan
lembaga manapun untuk melakukan perubahan secara cerdas. Jika tidak, hilang
dari peredaran seperti menjadi ancaman yang begitu nyata. Hal ini tentu tidak
berbeda dan juga berlaku sama pada Dekopin.
Selaku induk gerakan koperasi di tanah air,
Dekopin harus dijalankan dengan cara baru dan hal ini memerlukan keberanian tidak
biasa.Perubahan cara bukan saja tuntunan zaman, tetapi sebuah kebutuhan yang
harus mewujud dikeseharian Dekopin berikut unusr-unsur organisasinya. Hal ini memerlukan
kemauan, kesiapan dan komitmen semua pihak untuk berproses secara serius.
Alasannya sederhana, koperasi adalah kumpulan orang yang memerlukan “gerakan
bersama” sehingga terbentuk harmonisasi dan akumulasi energy. Kemandirian
kolektif harus menjadi pijakan agar semua melakuakn inisiatif sadar menjadi
bagian dari perubahan itu sendiri. Jika satu atau beberapa bagian tidak siap
dan kemudian memilih untuk diam dan loyal dengan cara yang sama, maka mereka
dipastikan akan menjadi beban organisasi. Dengan kata lain, mereka akan menjadi
factor yang memperlamban.
Pertanyaan menariknya adalah,” apakah cara baru
harus dengan orang baru?”. Tanya ini mungkin menjadi riskan untuk dikaji karena
sangat sensitif. Namun menjadi logis dan sangat bagus untuk dibahas bila argument
lebih mengedepan ketimbang sentiment. Artinya, kala semua unsur organisasi bisa
berfikir jernih dan obyektif, diskusi ini akan menghasilkan “gagasan-gagasan
keren dan me-refresentasikan lompatan semangat” yang menjadi modal bagus
gerakan koperasi Indonesia untuk meng-akselerasi tumbuhkembangnya. Tentu dalam
membahas hal ini tidak lepas dari capaian yang sudah diperjuangkan dengan susah
payah oleh segenap pejuang koperasi dari daerah sampai pusat. Capaian-capaian
itu justru menjadi salah satu referensi yang wajib hukumnya. Dengan demikian,
konsep “perubahan cara” yang dihasilkan merefresentasikan kemampuan unsur
organisasi menjalankannya. Simpulnya, “perubahan cara” bukan berkaitan dengan Dekopin berikutnya di
pimpin oleh siapa. Bahkan, idealnya penyusunan konsep “perubahan cara” harus
dipisahkan dengan pertanyaan “selanjutnya Dekopin dipimpin oleh siapa”. Namun demikian,
bukankah Munas kali ini juga berpotensi meng-agendakan reorganisasi yang
didalamnya akan berlangsung suksesi kepemimpinan?.
Semoga artikel berikutnya bisa membahas hal ini
secara jernih.
0 comments:
Post a Comment